Bagaimana hubungan sindrom metabolik dengan penyakit kardiovaskuler ?
Pada tahun 1988, Reaven menunjukkan konstelasi
faktor risiko pada pasien-pasien dengan resistensi insulin yang dihubungkan
dengan peningkatan penyakit kardiovaskular yang disebutnya sebagai sindrom X.
Selanjutnya, sindrom ini dikenal sebagai sindrom resistensi insulin dan
akhirnya sindrom metabolik. Resistensi insulin adalah suatu kondisi di mana
terjadi penurunan sensitivitas jaringan terhadap kerja insulin sehingga terjadi
peningkatan sekresi insulin sebagai bentuk kompensasi sel beta pankreas.
Resistensi insulin terjadi beberapa dekade sebelum timbulnya penyakit diabetes
mellitus dan kardiovaskular lainnya. Sedangkan sindrom resistensi insulin atau
sindrom metabolik adalah kumpulan gejala yang menunjukkan risiko kejadian
kardiovaskular lebih tinggi pada individu tersebut. Resistensi insulin juga
berhubungan dengan beberapa keadaan seperti hiperurisemia, sindrom ovarium
polikistik dan perlemakan hati non alkoholik
Sindroma Metabolik
(SM) merupakan kelainan metabolik kompleks yang diakibatkan oleh peningkatan obesitas. Komponen utama SM adalah obesitas, resistensi insulin, dislipidemia, dan
hipertensi. Sindrom metabolik merupakan kumpulan dari faktor–faktor resiko
terjadinya penyakit kardiovaskular. Prevalensi obesitas telah meningkat secara dramatis di Amerika Serikat,
dan juga di berbagai negara di dunia. Telah diketahui bahwa
obesitas berhubungan dengan penyakit vaskular dan berkenaan dengan Sindrom
Metabolik. Data epidemiologi menyebutkan prevalensi SM dunia adalah
20–25%. Hasil penelitian Framingham Offspring
Study menemukan bahwa pada responden berusia 26–82 tahun terdapat 29,4%
pria dan 23,1% wanita menderita SM. Sedangkan
penelitian di Perancis menemukan prevalensi SM sebesar 23% pada pria dan
21% pada wanita. Data dari Himpunan Studi Obesitas Indonesia
(HISOBI) menunjukkan prevalensi SM sebesar 13,13%.
Salah
satu hal yang disorot secara khusus adalah penggunaan nilai risiko PKV (dengan
FRS)> 20% pada guideline AHA 2007. Pada perempuan, kriteriaini memprediksi
kelompok risiko tinggi secara cukup baik, namun untuk nilai risiko PKV< 20%
ternyata tidak terlalu spesifik untuk menyatakan bahwa perempuan tersebut
termasuk risiko rendah untuk terjadinya PKV dalam waktu 10 tahun. Panduan AHA
2011 berusaha memperbaiki hal tersebut, dengan memasukkan variabel faktor
risiko lain serta berusaha memperkirakan pula risiko jangka panjang di luar
angka prediksi konvensional 10 tahun. Rekomendasi klasifikasi risiko PKV pada
perempuan menurut guidelines AHA 2011 tersebut dapat dilihat secara lengkap
pada table berikut. Gangguan metabolik
dan klinik yang ditemukan pada SM memberikan risiko yang lebih besar terhadap
penyakit kardiovaskular dibandingkan risiko penyakit jantung koroner lainnya
bila berdiri sendiri. Sangatlah beralasan jika berbagai aspek dari SM berperan
penting menyebabkan gangguan kardiovaskular.
Diperkirakan sekitar 20-25% penduduk dewasa
di dunia mengalami sindrom metabolik. Penduduk dewasa tersebut berisiko dua
kali lipat mengakibatkan kematian dan tiga kali lipat lebih cenderung terserang
penyakit jantung atau stroke dibandingkan dengan orang-orang tanpa sindrom metabolik.
Selain itu, orang dengan sindrom metabolik memiliki lebih besar lima kali lipat
risiko pengembangan diabetes tipe 2. Kumpulan penyakit jantung Cardio Vascular
Disease (CVD) seperti sindrom metabolik sekarang dianggap kekuatan baru sebagai
faktor pendorong untuk epidemi CVD.3 Sindrom metabolik berkaitan dengan
terjadinya peningkatan risiko dua kali untuk Cardio Vaskuler Disease (CVD),
angka kematian CVD dan stroke telah terjadi peningkatan 1,5 kali risiko atas
semua penyebab kematian.
Ukuran lingkar pinggang yang melebihi ukuran
semestinya bisa menjadi petunjuk yang jelas bahwa telah terjadi kenaikan berat
badan. Banyak minum minuman beralkohol dapat mempertinggi tekanan darah, selain
itu membahayakan fungsi hati, otak dan jantung. Minuman beralkohol juga tinggi
kalori sehingga bisa menimbulkan kegemukan.14
Orang
yang kelebihan berat badan cenderung memiliki kadar kolesterol dan lemak yang
tinggi dan kadar HDL yang rendah. Kelebihan berat badan juga memicu timbulnya
tekanan darah tinggi dan diabetes. Peningkatan
obesitas berisiko pada peningkatan kejadian kardiovaskular. Variasi faktor
genetik membuat perbedaan dampak metabolik maupun kardiovaskular dari suatu
obesitas. Seorang dengan obesitas dapat tidak berkembang menjadi resistensi
insulin, dan sebaliknya resistensi insulin dapat ditemukan pada individu tanpa
obes (lean subjects). Interaksi faktor genetik dan lingkungan akan memodifikasi
tampilan metabolik dari suatu resistensi insulin maupun obesitas.Kedua
penyakit ini juga memicu
terjadinya aterosklerosis.
Referensi :
Setiati
S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. VI ed. Jakarta Pusat: Interna Publishing;
2015.
Widjaya
A. 2004. Obesitas dan Sindrom Metabolik. Jurnal Cardiology. 2(4): 1–16.
Supari
F. 2005. Metabolic syndrome. Jurnal Kedokteran Indonesia. 55(10): 618–21.
Mokdad AH, Marks JS, Stroup DF. 2006. Actual
Causes of Death in the United States. Journal American Medical Association.
291(20): 1238–45.
Ford ES, Giles WH, Dietz
WH, 2002. Prevalence of the Metabolic Syndrome Among US Adults. Finding from
the Third National Health and Nutrition Examination Survey. Journal American
Medical Association. 287(20): 356–59.
Perhimpunan
Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia.2015.Pedoman Tatalaksana Pencegahan
Penyakit Kardiovaskuler pada Perempuan.Edisi Pertama.
Mottillo,
S, Filion, K.B, Genest, J, Joseph, L, Pilote, L, Poirier, P, Rinfret, S,
Schiffrin, E.L, Eisenberg, M. J. The Metabolic Syndrome and Cardiovascular Risk
A Systematic Review and Meta-Analysis. Journal of the American College of
Cardiology. 2010;56(14).)
Komentar
Posting Komentar