Langsung ke konten utama

Penyakit Jantung Koroner




Definisi Penyakit Jantung Koroner
Penyakit jantung Koroner meupakan gangguan pada pembuluh darah coroner berupa penyempitan atau penyumbatan yang dapat mengganggu proses transportasi bahan-bahan energi tubuh, sehingga dapat mengakibatkan terjadi ketidakseimbangan anatara suplai oksigen dan kebutuhan oksigen. Ketidakseimbangan ini menimbulkan gangguan pompa jantung dan berakhir pada kelemahan dan kematian sel-sel jantung.3
Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian tertinggi. Secara global 17,5 juta penduduk meninggal karena penyakit jantung. Kematian akibat penyakit jantung sebanyak 80 persen di negara berpendapatan rendah dan menengah . Organisasi Kesehatan Dunia pun menyatakan bahwa sejak tahun 1990, lebih banyak orang di seluruh dunia meninggal karena Penyakit Jantung Koroner (PJK) dibanding penyebab lainnya .1

Epidemiologi
Data World Health Organization (WHO) tahun 2012 menunjukkan 17,5 juta orang di dunia meninggal akibat penyakit kardiovaskuler atau 31% dari 56,5 juta kematian di seluruh dunia. Lebih dari 3/4 kematian akibat penyakit kardiovaskuler terjadi di negara berkembang yang berpenghasilan rendah sampai sedang. Dari seluruh kematian akibat penyakit kardiovaskuler 7,4 juta (42,3%) di antaranya disebabkan oleh Penyakit Jantung Koroner (PJK) dan 6,7 juta (38,3%) disebabkan oleh stroke.2
Berdasarkan diagnosis dokter, prevalensi penyakit jantung koroner di Indonesia tahun 2013 sebesar 0,5% atau diperkirakan sekitar 883.447 orang, sedangkan berdasarkan diagnosis dokter/gejala sebesar 1,5% atau diperkirakan sekitar 2.650.340 orang. Berdasarkan diagnosis dokter, estimasi jumlah penderita penyakit jantung koroner terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Barat sebanyak 160.812 orang (0,5%), sedangkan Provinsi Maluku Utara memiliki jumlah penderita paling sedikit, yaitu sebanyak 1.436 orang (0,2%). Berdasarkan diagnosis/gejala, estimasi jumlah penderita penyakit jantung koroner terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Timur sebanyak 375.127 orang (1,3%), sedangkan jumlah penderita paling sedikit ditemukan di Provinsi Papua Barat, yaitu sebanyak 6.690 orang (1,2%).4
Menurut kelompok umur, PJK paling banyak terjadi pada kelompok umur 65-74 tahun (3,6%) diikuti kelompok umur 75 tahun ke atas (3,2%), kelompok umur 55- 64 tahun (2,1%) dan kelompok umur 35-44 tahun (1,3%).2

Etiologi
Aterosklerosis (pengerasan arteri) terjadi ketika zat lemak (yang terdiri dari “lipoprotein” (produk dari protein dan lemak), kolesterol, dan produk limbah sel lainnya) dalam darah menumpuk di dinding bagian dalam arteri. Hal ini akan menyebabkan penyempitan atau bahkan penyumbatan pembuluh darah. Aliran darah terputus, membuat otot jantung tidak bisa mendapatkan pasokan oksigen dan nutrisi yang cukup, yang mengakibatkan kekurangan oksigen dan bahkan nekrosis pada otot jantung (kematian akibat pembusukan). Jantung bisa berhenti berdetak dan menyebabkan kematian.5

Tipe PJK
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiogram
(EKG), dan pemeriksaan marka jantung, Sindrom Koroner Akut dibagi menjadi:
6
1.  Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment elevation
myocardial infarction)
2.  Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: non ST segment
elevation myocardial infarction)
3.  Angina Pektoris tidak stabil (UAP: unstable angina pectoris)

Patofisiologi
Lapisan endotel pembuluh darah coroner yang normal aakan mengalami kerusakan oleh adanya factor risiko antara lain  faktor hemodinamik seperti hipertensi, zat-zat vasokonstriktor, mediator (sitokin) dari sel darah, asap rokok, diet aterogenik, peningkatan kadar gula darah, dan oxidase dari LDL-C.Kerusakan ini menyebabkan sel endotel menghasilkan cell adhesion molecule  seperti sitokin (IL-1), TNF-A, Kemokin (MCP-1, IL-8), dan growth factor (platetelet derived growth factor (PDGF), basic fibroblast growth factor (bFGF). Sel inflamasi seperti monosit dan T-Limfosit masuk ke permukaan endotel dan migrasi dari endothelium ke sub endotel. Monosit kemudian berdiferensiasi menjadi makrofag dan mengambil LDL teroksidasi yang bersifat lebih atherogenik disbanding LDL. Makrofag ini kemudian membentuk sel busa.LDL teroksidasi menyebabkan kematian sel endotel dan menghasilkan respon inflamasi. Sebagai tambahan, terjadi respon dari angiotensin II yang menyebabkan gangguan vasodilatasi, dan mencetuskan efek protrombik dengan melibatkan plateteet dan faktor koagulasi.Akibat kerusakan endotel terjadi respon protektif dan terbentuk lesi fibrofatty dan fibrous, plak atherosclerosis, yang dipicu oleh inflamasi. Plak yang terjadi dapat menjadi tidak stabil dan mengalami ruptur sehingga terjadi sindrom coroner akut (SKA).7

 Faktor risiko
Faktor risiko yang tidak bisa dihindari 5
·       Penuaan: Seiring dengan bertambahnya usia, fungsi sistem kardiovaskular Anda akan memburuk;
·       Jenis kelamin: Penelitian menunjukkan bahwa pria yang berusia di bawah 50 tahun memiliki risiko kematian yang lebih besar akibat penyakit jantung koroner, 3 hingga 5 kali lebih tinggi daripada wanita pada usia yang sama. Namun, bagi para wanita yang berusia di atas 50 tahun atau telah mengalami menopause, perbedaan faktor jenis kelamin ini tidak terlalu berpengaruh;
·       Keturunan: Orang-orang yang orangtua atau saudara kandungnya pernah mengalami penyakit jantung atau stroke memiliki tingkat risiko yang lebih tinggi untuk mengidap penyakit jantung koroner;
·       Suku bangsa: Orang-orang yang berasal dari suku bangsa di Eropa dan Amerika Serikat memiliki tingkat risiko yang lebih tinggi daripada orang-orang di Hong Kong;
·       Faktor sosial: Lingkungan tempat tinggal dengan tingkat kepadatan tinggi, gaya hidup yang sangat sibuk dan penuh dengan tekanan akan meningkatkan beban kerja jantung;
Faktor risiko yang bisa dihindari:
·       Merokok: Nikotin dalam rokok merangsang pelepasan hormon, yang menyebabkan jantung berdetak lebih cepat dan menyempitkan pembuluh darah. Menghirup karbon monoksida bisa menurunkan kandungan oksigen pada otot jantung. Karbon monoksida dan nikotin juga bisa meningkatkan viskositas trombosit dan kemungkinan pembentukan plak, yang pada akhirnya bisa merusak dinding dalam pembuluh darah dan meningkatkan risiko pengerasan arteri. Kemungkinan serangan jantung terjadi pada wanita yang menghisap 20 batang rokok dalam sehari adalah enam kali lebih tinggi daripada wanita yang tidak merokok;
·       Obesitas: Risiko berkembangnya penyakit jantung koroner pada orang yang mengalami obesitas adalah 2 hingga 3 kali lebih tinggi daripada orang yang memiliki berat badan normal;
·       Kurangnya aktivitas fisik: Olahraga bisa meningkatkan elastisitas pembuluh darah dan mengurangi kemungkinan mengerasnya pembuluh darah. Oleh karena itu, kurangnya olahraga bisa melemahkan fungsi kardiovaskular;
·       Stres: Stres membuat jantung berdetak lebih cepat, membuat otot jantung lebih tegang dan meningkatkan tekanan darah yang bisa menyebabkan penyakit jantung koroner;

Gejala dan tanda
Dibutuhkan waktu yang lama untuk terjadinya aterosklerosis. Mungkin tidak ada gejala penyakit apa pun saat penyempitan pembuluh darah terjadi. Namun untuk penyakit jantung koroner, pasien mungkin akan mengalami gejala-gejala berikut ini: 5,8
·        Nyeri di dada: Pasien dengan penyakit jantung koroner sering mengalami rasa nyeri di dada setelah melakukan olahraga berat atau berada dalam tekanan emosional. Mereka akan merasa sesak di dada, seakan-akan sedang tertekan oleh sebuah batu besar. Rasa sakit bisa menjalar ke lengan, bahu, leher, dan rahang bagian bawah, serta akan reda setelah pasien beristirahat selama beberapa menit.
·        Sesak napas: Karena otot jantung tidak bisa mendapatkan pasokan darah dalam jumlah yang cukup, pasien bisa merasa sesak napas dan kelelahan setelah melakukan aktivitas fisik.
·        Infark miokard (serangan jantung): Ketika pasien mengalami serangan jantung, nyeri dada akan terasa lebih parah dan dengan intensitas yang lebih lama. Nyeri dada bisa terus berlanjut, walaupun pasien telah beristirahat atau mengonsumsi obat-obatan. Kemungkinan gejala lainnya termasuk jantung berdebar, pusing, berkeringat, mual, dan kelelahan yang ekstrim. Perawatan darurat segera diperlukan dalam kasus ini.

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada penderita penyakit jantung adalah :
1.      Exercise stress test (jika memungkinkan dan EKG dapat di interpretasi). 9
2.      Pemeriksaan imaging (jika exercise test tidak memungkinan) 9
·        Echocardiography stress test
·        Stress test perfusion scanning
·        MSCT (Multislice CT scan)
3.       Pemeriksaan laboratorium. Data laboratorium, di samping marka
jantung, yang harus dikumpulkan di ruang gawat darurat adalah tes darah rutin, gula darah sewaktu, status elektrolit, koagulasi darah, tes fungsi ginjal, dan panel lipid. Pemeriksaan laboratorium tidak boleh menunda terapi SKA.
6
4.      Pemeriksaan foto polos dada. Mengingat bahwa pasien tidak
diperkenankan meninggalkan ruang gawat darurat untuk tujuan pemeriksaan,maka foto polos dada harus dilakukan di ruang gawat darurat dengan alat portabel. Tujuan pemeriksaan adalah untuk membuat diagnosis banding,identifikasi komplikasi dan penyakit penyerta.
6

Terapi
1.    Medikamentosa, prevensi primer - Aspilet 1 x 80 - Simvastatin 1x20 mg/Atorvastatin 1x20mg / Rosuvastatin1x10 mg - Terapi sesuai dengan faktor risiko yang didapatkan9.
2.    Non Medikamentosa - Diet sehat jantung - Olah raga - Berhenti merokok9
3.    Intervensi kateter: 5
Intervensi koroner perkutan (umumnya dikenal sebagai “angioplasti balon”): Digunakan untuk melebarkan pembuluh darah yang menyempit, untuk meningkatkan fungsi jantung dan mengurangi timbulnya nyeri dada. Jika penyempitan atau penyumbatan yang parah ditemukan saat dilakukannya kateterisasi dan angiogram koroner, dokter akan melakukan intervensi dengan menggunakan balon khusus untuk melebarkan pembuluh darah, dan stent yang sesuai akan ditempatkan untuk menjaga kondisi pembuluh darah. Tindakan ini juga bisa digunakan dalam kasus penyakit jantung koroner akut, sebagai tindakan resusitasi. Komplikasi bisa mencakup perdarahan, serangan jantung, stroke, kematian, dll.
4.    Operasi jantung 5
Operasi bypass arteri koroner (umumnya dikenal sebagai “operasi bypass”): Operasi ini merupakan tindakan bedah mayor. Dokter membuat bypass dengan menggunakan pembuluh darah dari bagian tubuh lain pasien, untuk mengalirkan darah melewati pembuluh darah yang tersumbat melalui arteri utama ke otot jantung yang rusak. Operasi ini bisa menyebabkan komplikasi yang parah dan pasien wajib berdiskusi dengan dokter terlebih dahulu.

Pencegahan
Telah banyak bukti-bukti yang menunjukkan bahwa PJK dapat dicegah dan penelitian untuk hal ini terus berlanjut. Dari hasil studi prospektif jangka panjang menunjukkan bahwa orang dengan faktor risiko rendah mempunyai risiko yang lebih kecil untuk terkena PJK dan stroke.7



Komplikasi
Berikut beberapa komplikasi yang ditimbulkan dari Penyakit Jantung Koroner :5
·     Nyeri di dada: Hal ini terjadi ketika penyempitan arteri koroner menjadi lebih parah dan memengaruhi pasokan oksigen ke otot-otot jantung, terutama selama dan setelah olahraga berat.
·     Serangan jantung: Hal ini terjadi ketika aliran darah benar-benar terhalang sepenuhnya. Kekurangan darah dan oksigen akan menyebabkan kerusakan permanen pada otot jantung dan perawatan darurat segera diperlukan.
·     Gagal jantung: Jika beberapa area otot jantung Anda kekurangan pasokan darah atau rusak setelah terjadinya serangan jantung, maka jantung Anda tidak akan bisa memompa darah melalui pembuluh darah ke bagian tubuh lainnya. Hal ini akan memengaruhi fungsi organ lainnya pada tubuh Anda.
·     Aritmia (irama jantung yang tidak normal): Pasokan darah yang tidak memadai ke jantung bisa mengganggu impuls listrik jantung Anda, sehingga mempengaruhi irama jantung.



  
DAFTAR PUSTAKA

1.      Cole JA, Smith SM, Hart N, Cupples ME. Systematic Review of the Effect of Diet and Exercise Lifestyle Interventions in the Secondary Prevention of Coronary Heart Disease. 2011;2011(Mi).
2.      Kementerian Kesehatan RI, Indonesia R. Penyakit jantung penyebab kematian tertinggi, kemenkes ingatkan cerdik. 2019;
3.      Wahyuni A, Nurrachmah E, Gayatri D. Kesiapan pulang pasien penyakit jantung koroner melalui penerapan. 2012;15(3):151–8.
4.      Kementerian BL. InfoDatin Jantung: Situasi Kesehatan Jantung. 2014;
5.      Kong H, Kesehatan D, Tradisional M, Koroner PJ. Coronary Heart Disease. 2016;1–8. Available from: http://www21.ha.org.hk/smartpatient/EM/MediaLibraries/EM/EMMedia/Coronary-Heart-Disease-Indonesian.pdf?ext=.pdf
6.      PERKI. Pedoman tatalaksana sindrom koroner akut. Edisi Ketiga. Jakarta: Centra communication; 2015.
7.      Majid A, Utara US. PENYAKIT JANTUNG KORONER : 2008.
8.      Education UHNP. Coronary Artery Disease Basics. 2017;
9.      PERKI. Panduan praktik klinis (ppk) dan clinical pathway (cp) penyakit jantung dan pembuluh darah. Edisi Pertama. Jakarta; 2016.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KLASIFIKASI BUNYI DAN BISING (MURMUR)

KLASIFIKASI BUNYI DAN BISING (MURMUR) Bunyi dan bising (murmur) dapat diklasifikasikan dalam skala satu sampai enam sebagai berikut: Tidak terdengar selama beberapa detik pertama auskultasi, baru terdengar setelah pemeriksa menyesuaikan diri. Terdengar segera tetapi samar-samar. Terdengar jelas tanpa terabanya denyutan ("thrust") atau getaran ("thri11"). Terdengar keras disertai dengan terabanya ("thrust") dan getaran ("thrill"). Terdengar keras disertai dengan terabanya denyutan dan getaran, walaupun ujung stetoskop hanyasekedar menyentuh dinding dada. Terdengar keras dengan terabanya denyutan dan getaran walaupun stetoskop tidak menyentuh dinding dada. Jenis-jenis bising • Bising sistolik  Bising sistolik adalah bising yang terdengar antara Sr dan 52. Pada beberapa orang, bising sistolik mungkin normal. Terurama bila terdapat pada bayi atau anak-anak karena dinding dada mereka yang ripis. Pada orang dewasa bising sistol

PRIMARY SURVEY

Primary Survey Penilaian   keadaan   pasien dan   prioritas terapi didasarkan jenis perlukaan, tanda-tanda vital, dan mekanisme trauma. Pada pasien yang terluka parah, terapi diberikan berdasarkan prioritas. Tanda vital pasien harus dinilai secara cepat dan efisien. Pengelolaan pasien berupa primary survey yang cepat dan kemudian resusitasi, secondary survey , dan akhirnya terapi definitif. Proses ini merupakan ABCDE-nya trauma, dan berusaha mengenali keadaan yang mengancam nyawa terlebih dahulu, dengan berpatokan pada urutan berikut : 1.     Airway, menjaga airway dengan control servikal ( cervical spine control) 2.     Breathing, menjaga pernafasan dengan ventilasi 3.     Circulation dengan control perdarahan ( hemorrhage control ) 4.     Disability : status neurologis 5.     Exposure/environmental control : buka baju pasien, tetapi cegah hipotermia Airway a.          Penilaian Beberapa tanda objektif sumbatan   airway dapat diketahui dengan langkah-langkah

Herpes Simpleks (HSV Tipe 2)

Definisi   Infeksi Herpes Simpleks ditandai dengan episode berulang dari lepuhan-lepuhan kecil di kulit atau selaput lendir, yang berisi cairan dan terasa nyeri. Herpes simpleks menyebabkan timbulnya erupsi pada kulit atau selaput lendir. Erupsi ini akan menghilang meskipun virusnya tetap ada dalam keadaan tidak aktif di dalam ganglia (badan sel saraf), yang mempersarafi rasa pada daerah yang terinfeksi. Secara periodik, virus ini akan kembali aktif dan mulai berkembangbiak,seringkali menyebabkan erupsi kulit berupa lepuhan pada lokasi yang sama dengan infeksi sebelumnya. HSV tipe 2; dapat menyebabkan luka di daerah alat vital sehingga suka disebut genital herpes, yang muncul luka-luka di seputar penis atau vagina. HSV 2 ini juga bisa menginfeksi bayi yang baru lahir jika dia dilahirkan secara normal dari ibu penderita herpes. HSV-2 ini umumnya ditularkan melalui hubungan seksual. Virus ini juga sesekali muncul di mulut. Penyakit yang ditimbulkan oleh HSV tipe 2 a.        H